Monday, August 01, 2011

[fanfic] Oppa, Saranghae yo! (chapter I)

14 Juni 2014.

Seorang gadis sedang terburu-buru keluar dari airport di Negara Korea. Korea Selatan, Seoul. Dia berlari sekuat tenaga, menarik koper-koper yang dibawa dengan begitu serampangan. Membuat para pejalan kaki yang ada di sekitar kursi tunggu airport mengeluh sambil memandangnya. Berkali-kali ia bungkukkan badannya untuk meminta maaf kepada semua orang yang tanpa sengaja ia tabrak dengan koper. Dalam pikirannya, tidak peduli orang bilang apa, yang penting ia harus sampai di tempat yang sedang ia pikirkan tanpa telat sedikitpun.

Gadis itu terus berlari keluar dari airport. Melihat jam tangannya dengan muka pucat. 1 jam lagi ia harus sampai di tempat tujuannya. Harus. Dengan terbata ia bicara dengan bahasa korea kepada sopir taksi yang ia temui. Ia mengatakan tempat yang ia ingin tuju sekarang. Sopir taksi mengangguk mengerti. Gadis itu tersenyum lega. Segera ia naikkan koper-koper itu ke bagasi taksi dengan bantuan sopir taksi itu. Ia membungkukkan badan lagi. Kali ini berterima kasih dengan suara yang agak serak. Dengan dada bergemuruh ia segera duduk di kursi penumpang. Taksi meluncur menjauhi airport.

Dalam perjalanan menuju tempat tujuannya, gadis itu tak henti-hentinya melihat jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya. Ia menggumamkan sesuatu yang tidak jelas. Seperti berdoa, atau sedang mengumpat, hanya dia yang tahu.
Trrrrtttt… Trrrttttrr… Getaran ponsel yang ada di saku rok nya membuatnya terlonjak kaget. Segera ia merogoh saku rok nya dengan terburu-buru. Jangan sampai penelpon menunggu lama. Begitu pikirnya. Setelah dapat ponsel yang ada di sakunya, segera ia keluarkan dan membuka flip ponselnya. Huruf hangul yang tertera di layar ponselnya membuat matanya membesar. Park Sang Do.

“Yoboseyo..” kata gadis itu saat menerima telepon.
“Anya, kau dimana sekarang?” tanya orang yang ada di seberang telepon.
Kenapa dia selalu bertanya langsung ke pokok permasalahan, sih?! “15 menit lagi saya akan sampai di sana.” Jawab gadis yang dipanggil Anya itu dengan nada biasa.
“Bagus. Aku tunggu.”
Klik. Sambungan mati.

Gadis itu menutup flip ponselnya dengan sedikit menggerutu. Kalau saja dia bukan direktur. Umpatnya dalam hati.

Park Sang Do. Salah seorang direktur di tempatnya akan bekerja sekarang. Stars Agency. Pekerjaan Tuan Park tidak sembarangan. Bukan hanya direktur biasa. Tapi direktur di salah satu Agenci artis. Anya sudah mencari info tentang Stars Agency lebih dari satu setengah tahun lamanya. Usahanya yang tidak mudah itu pun akhirnya terbayar. Ia menemukan ada lowongan pekerjaan di SA sebagai manager. Segera ia mengajukan lamaran pekerjaan disana. Ia cukup bangga dengan kemampuan-kemampuannya dalam mengatur segalanya, khususnya berbahasa korea. Ia belajar karena ia sudah jatuh cinta dengan tanah Korea sejak duduk di bangku kelas 2 SMP. Hobinya membuahkan buah yang manis.

SA sudah berada di depan mata sekarang. Jantungnya tak mau berhenti berdetak cepat. Ia merasakan mulutnya menjadi lebar karena ia tersenyum dengan senang. Sopir taksi menghentikan taksinya di depan gerbang kantor SA. Anya melihat sekeliling. Ramai sekali. Banyak sekali petugas keamanan disana. Segera ia turun dari taksi dan mengangkat koper-koper miliknya. Tak lupa ia membayar argo taksi dan membungkuk berterima kasih kepada sopirnya. Ia yakin, matanya membesar sekarang. Gedung SA sangat besar, tinggi menjulang. Dengan puluhan lantai yang ada. Astaga.

Anya berjalan menuju ke dalam Gedung SA. Koper-koper ia titipkan pada penjaga keamanan di depan gerbang tadi. Sesampainya di depan meja resepsionis, Anya menelan ludah. Seorang wanita yang berumur sekitar 34 tahun –itu pun kalau make-up nya benar-benar menunjukkan dia sudah berumur sekian- menyapanya dengan ramah.

“Annyeong haseyo.. Ada yang bisa saya bantu?” tanya wanita itu dengan wajah yang cerah.
“Annyeong haseyo.” Anya membungkukkan badan. “Tuan Park Sang Do?” tanya Anya segera setelah ia sadar dengan apa yang harus ia tanyakan kepada makhluk cantik yang ada di depannya.
Wanita itu mengkerutkan keningnya menatap Anya. Anya tersentak, ia belum menyebutkan namanya. “Kim Anya.” Kata Anya sambil menunjuk dirinya sendiri. Wanita itu mengangguk dan tersenyum ke arah Anya.
“Mohon tunggu sebentar. Akan saya panggilkan.” Setelah mengatakan itu, wanita itu langsung mengangkat gagang telepon dan memencet-mencet nomor yang terdapat di badan pesawat telepon itu.
“Kim Anya sudah datang.” Katanya lansung.

Anya memperhatikan dengan seksama. Heran, kenapa selalu langsung kepokok permasalahan?? Batinnya.

Wanita itu mengangguk dan meng-iya-kan apa yang orang diseberang telepon katakan. Segera ia menutup teleponnya dan memandang ke arah Anya lagi.

“Direktur menunggu anda di ruangannya.” Kata wanita itu dengan senyum masih melekat di wajah penuh make-up nya. Anya menelengkan kepalanya, serasa mengerti apa yang akan ditanyakan Anya, wanita itu menambahkan dengan detil dimana letak ruangan direkturnya.
“Ruangannya di lantai 5. Hanya ada 1 ruangan disana. Nona bisa bertanya kepada sekretaris yang ada di pintu masuk saat sudah sampai di lantai 5 nanti.” wanita itu berkata sambil menyerahkan amplop besar berwarna coklat kepada Anya. “Ini titipan dari Direktur.”

Anya mengambilnya dengan sopan dari tangan resepsionis. Ia membungkuk berterima kasih, kemudian berjalan menuju lift yang ada di sebelah kiri ruangan besar itu. Aku gugup. Katanya dalam hati saat memasuki lift. Segera ia pencet angka 5 yang ada di sebelah kanan lift. Pintu lift hampir menutup saat seorang pria cepat-cepat masuk. Klep. Pintu tertutup sempurna.

Jantung Anya serasa mau copot. Bau parfum musk yang menyengat dari tubuh pria yang ada di sampingnya membuat ia serasa mati berdiri. Di lift hanya ada mereka berdua sekarang. Anya sibuk dengan pikirannya sambil memperhatikan pria yang ada di sampingnya. Pria itu mengenakan jas panjang berwarna biru tua. Celana hitam panjang. Sepatu hitam mengkilat. Ia juga mengenakan syal di lehernya –yang hampir menutupi setengah wajah bawahnya, topi dengan warna senada dengan jas nya, dan kaca mata hitam yang bertengger di atas hidung mancungnya. Ia membawa tas kotak di tangan kirinya dan amplop coklat di tangan yang sama.

Merasa diperhatikan, pria itu menoleh ke arah Anya. Anya segera menegakkan pandangannya, tapi terlambat. Pria itu tertawa kecil melihat tingkah Anya. Anya tertunduk malu.

“Sepertinya aku baru pertama kali melihat mu ada di SA.” Pria itu memulai percakapannya.
Anya mengangguk kencang. “Annyeong haseyo..” kata Anya terbata. Pria itu tertawa kecil lagi. Dari suaranya, Anya menyimpulkan kalau pria yang ada di sampingnya itu berumur sekitar 30 tahun. Ia tidak bisa menyimpulkan, siapa pria yang ada di sampingnya itu. Tapi dari auranya, pria ini benar-benar seorang bintang.

Ting! Pintu lift terbuka. Lantai 3.
Seorang pria dengan perawakan kekar masuk ke dalam lift. Ia hanya memakai tank top dan celana jins biru. Dengan sepatu sport putih dan sarung tangan dari kulit, serta rantai-rantai yang menjulang di hak tempat sabuk di celananya. Pria itu melirik Anya sekilas dan berdiri di depan pria yang ada di samping Anya. Pria yang baru masuk itu langsung membuka syal dan kaca mata yang menutupi orang yang di depannya itu.

“Bukankah hari ini panas, Nam!” kata pria itu saat pintu lift menutup. Anya tersentak kaget. Nam?!
“Hentikan, Rain!” pria yang disapa Nam itu langsung menghentikan ulah pria yang bernama Rain itu dengan menarik kembali syal dan kaca mata nya. Kali ini dia tidak memakainya lagi. Sehingga Anya bisa melihat sosok yang ada di sampingnya itu dengan jelas. Astaga! Dia!!

Ting! Pintu lift terbuka di lantai 5. Anya segera sadar, ia harus turun. Tapi, tapi.. di sini ada orang yang selama ini ada di hatinya. Tanpa pikir lagi, Anya keluar dari lift. Menghadap kedua pria yang ada di dalam, dan membungkuk. Klep. Pintu lift tertutup. Rain, terpana melihat gadis itu. Dan Nam, tersenyum.

“Sepertinya aku baru melihatnya disini.” Rain mengawali pembicaraannya saat mereka sampai di lantai 7, studio pemotretan milik SA.
“Aku juga baru melihatnya hari ini.” Nam mengakhiri pembicaraan yang baru mulai tersebut. Fotografer sudah memanggilnya untuk memulai sesi pemotretan hari ini. Rain mendecakkan lidahnya melihat temannya itu.

Di lantai 5.
Meja sektretaris yang terbuat dari kayu jati yang di cat warna coklat itu menarik perhatian Anya. Dia harus kesana untuk menanyakan hal yang harus ditanyakan.

“Annyeong haseyo..” sapa Anya kepada wanita yang ada di belakang meja.
“Annyeong haseyo, ada yang bisa saya bantu?” tanya wanita itu dengan ramah.
26 tahun. Anya mencoba menerka. “Tuan Park Sang Do? Aku Kim Anya.” Jawab Anya sambil memandangi wanita yang bernama Jun Ha Yun di depannya.
Wanita itu sibuk membuka buku yang Anya rasa itu sebuah buku tamu. Setelah ketemu tulisan yang dicari, wanita itu langsung tersenyum dan memandang ramah ke arah Anya. “Silakan masuk ke ruangan di sebelah sana. Direktur Park sudah menunggu anda.” Kata wanita itu sambil berdiri menunjukkan pintu yang ada di samping kanannya.
Anya melihat ke arah pintu yang ditunjuk, kemudian membungkuk lagi berterima kasih. Segera Anya berjalan menuju ke pintu itu.

Tok! Tok! Tok!
Pintu ruangan direktur sudah terketuk. Jantung Anya kembali bergemuruh tak tentu arah.

“Masuk!” suara pria yang Anya rasa sudah berumur 55 tahun itu terdengar dari dalam. Anya menelan ludah dan secara spontan menoleh ke arah Jun Ha Yun. Sekretaris Jun tersenyum ke arah Anya, menyemangati. Dengan hembusan napas panjang, ia memegang knop pintu dan mendorongnya.
“Permisi..” Anya berkata dengan sopan dan menutup pintu. Terlihat orang yang berbadan tinggi tegap itu sedang ada di belakang meja. Duduk sambil memperhatikan Anya. Anya membungkuk memberi hormat. Terkadang capek harus membungkuk terus. Tapi itulah adat mereka.
“Saya..” Anya hendak memperkenalkan dirinya, tapi orang yang desebut Direktur Park itu menyerobotnya.
“Kim Anya. Silakan duduk.” Kata beliau tersenyum sambil menunjuk kursi yang ada di depannya. Anya berterima kasih dan langsung duduk di kursi yang ditunjuk. Sekali lagi ia menelan ludah dengan gugup. Ia hampir tidak bernapas tadi.

Direktur Park sedang membuka-buka file yang ada di depannya. Beliau terlihat sedang mencari file yang akan diberikan kepada Anya. Anya menunggu dengan sabar.
Direktur Park menyerahkan file yang tadi dicarinya kepada Anya. Anya menerima nya dengan tampang agak bingung. File?

“Aku akan langsung saja.” Kata beliau mengawali pembicaraan bisnis dengan calon karyawannya. “Dengan kemampuan mu, aku mengakuinya dengan sangat senang. Di jaman sekarang, mencari orang yang punya kemampuan sepertimu sangat susah.” Direktur Park membetulkan posisi duduknya dengan mencoba bersandar sebentar di punggung kursi. “Aku tahu kemampuanmu di atas rata-rata. Aku juga sudah mengecek semua hal tentang mu di Negara asalmu. Kau benar-benar kompeten.” Lanjut Direktur Park. Anya tersenyum mendengar dirinya dipuji seperti itu. Ya, itu semua hasil kerja kerasnya. Semua kerja kerasnya tidak sia-sia. Benar-benar sebuah prestasi yang patut dibanggakan.
“Berbeda dengan orang-orang yang melamar sebelumnya, kau benar-benar berbeda. Aku menaruh banyak harapan padamu.” Direktur Park mengakhiri bicaranya dengan senyuman. Membuat Anya lagi-lagi membungkukkan badan dengan posisi duduk.
“Kamsa hamnida, Direktur Park Sang Do. Kamsa hamnida.” Kata Anya berulang kali. Direktur Park menaik turunkan pergelangan tangan kanannya, menyuruhnya berhenti membungkuk. Anya kembali ke posisi duduk sempurna, dengan mata berbinar. File yang ada di depannya belum terbuka sedikit pun.
“Kau bisa membaca file itu dulu.” Kata Direktur Park sambil menunjuk file di depan Anya. Anya mengangguk dan meraih file tersebut. Membukanya dengan hati-hati. Semuanya huruf hangul. Walaupun dia hanya mendapat peringkat 3 dalam ujian bahasa korea di universitasnya, ia sudah hapal betul dengan huruf-huruf hangul. Bahkan, ia lebih sering bercakap-cakap dengan bahasa korea untuk memperlancar bicaranya waktu di universitas dulu. Bisa disebut dia sarjana muda. Dia jenius dalam sastra korea. Dosen tidak senang jika ada murid pintar terus-menerus berada di kelasnya. Makanya, ia segera meluluskan Anya.

Nama Artis : Kim Nam Gil
Tanggal Lahir : 13 Maret
Umur : 33 tahun

Membaca biodata yang ada di file itu, membuat mulut Anya tidak bisa tertutup sempurna. Dia membuka mulutnya dengan wajah tidak percaya. Dia melihat Direktur Park dengan tatapan bertanya dengan keras. Direktur Park mengangguk dan tersenyum. Menjawab semua pertanyaan yang terlukis di wajah Anya saat ini.

“Kau akan menjadi manager nya sekarang. Selama 3 bulan masa magang. Aku akan melihat bagaimana kinerja mu. Setelah itu, dia yang akan memutuskan. Kau tetap jadi managernya, atau berhenti. Bagaimana?” Direktur Park mengawali sistem kerjanya.
Anya mengangguk dengan keras. Jika kepalanya hanya tempelan, kepalanya sudah bergelinding ria di ruangan direktur waktu itu. “Saya akan berusaha semaksimal mungkin.” Anya mengatakan kalimat itu dengan semangat serta wajah yang berseri dan mata berbinar, membuat Direktur Park tersenyum melihatnya. Gadis ini benar-benar penuh dengan semangat.
Direktur Park berdiri dari duduknya. “Baik! Sekarang akan ku antarkan kau ke artis bengal yang akan kau tangani itu.” Segera ia berjalan menuju pintu. Anya bingung. Artis bengal? Tuan Kim tidak bengal. Tanpa pikir panjang lagi, dia juga cepat-cepat meraih tas nya dan berdiri, berjalan di belakang Direktur Park. Tak lupa ia juga membawa file yang berisi biodata dan jadwal kerja artis yang akan ditanganinya itu dan juga amplop coklat yang tadi di dapatnya di meja resepsionis.

Cklek. Pintu terbuka. Direktur dan Anya keluar dari ruangan. Di depan ruangan, Sekretaris Jun berdiri sambil membungkukkan badan. Membuat Anya lagi-lagi harus membungkukkan badan juga. Direktur Park langsung menuju ke arah lift segera setelah Sekretaris Jun mengatakan “Di lantai 7” kepada direktur saat mata mereka bertemu sesaat tadi. Anya yakin, mereka pasti punya kontak batin.

Anya ikut masuk ke dalam lift. Direktur memencet tombol bertuliskan 7 itu dengan cepat. Klep. Pintu lift tertutup. Lift pun mulai naik ke tempat tujuannya. Dalam lift, Anya merasa ada yang kurang.

“Direktur Park,,” Anya memanggil dengan hati-hati.
“Iya?” Direktur bicara sambil melihat lawan bicaranya sekarang. Anya menunduk.
“Apa Tuan Kim Nam Gil sudah tahu akan ini semua?” tanya Anya.
Direktur Park tersenyum lagi. “Tentu saja dia tahu. Aku yang menyuruhnya mencari manager baru. Tapi dia tidak sanggup. Karena rata-rata managernya akan jatuh cinta padanya saat pandangan pertama. Dan hal itu cukup mengganggunya.” Jelas Direktur Park.
“Aku juga menyukai Nam sejak pertama kali melihat dia di drama yang dibintanginya.” Kata Anya dalam hati. Tak mungkin ia mengatakannya langsung kepada atasannya. Itu sungguh tidak sopan. Apalagi ia pernah mendengar kontrak kerja artis di korea sangat ketat. Selama masa kontrak, dilarang punya hubungan dengan lawan jenis. Jika tertangkap basah, siapa pun pasangannya, akan diberi sanksi. Dan paling parah, akan dikeluarkan dari management dan dicabut semua hak yang ada pada si artis.

Hidup terkekang seperti itu, apa menyenangkan? Anya teringat pertanyaan yang dilontarkan temannya waktu dia masih ada di universitas dulu. Akan ku jalani semuanya dengan lurus dan tanpa melenceng sedikitpun. Jawab Anya dalam hati.


Sesi pemotretan sedang berjalan. Rain yang sedang dipotret saat ini, merasa asik dengan pekerjaannya. Feromon yang ia miliki berterbangan kemana-mana. Membuat para penata rias, hairstylist, dan designer yang ada di tempat, mimisan seketika. Nam hanya tersenyum melihatnya.

Ia mengubah posisi duduknya di sofa. Kepalanya bersandar di punggung sofa. Tangannya dibiarkan terlentang ke samping tubuhnya. Tanpa sengaja tangan kanannya menyentuh sesuatu disana. Amplop. Nam memperhatikan amplop coklat yang dibawanya tadi. Sekretaris Jun memberinya amplop itu kemarin. Katanya, itu dari Direktur Park. Ia belum membukanya dari kemarin.

Nam membuka pelan amplop coklat itu. Ia melongok ke dalam amplop. Kertas? Segera ia keluarkan kertas itu dari dalam amplop. Saat kertas itu sudah sepenuhnya di luar, ia terpana dengan apa yang tertulis disana.

Nama : Kim Anya
Tanggal lahir : 7 April
Umur : 21 tahun


Foto yang terdapat di file itu lah yang membuat dia terkejut untuk kedua kalinya. Wajah gadis yang ia temui kurang dari 1 jam tadi, gadis tadi dan foto yang ada di tangannya saat ini. Membuat dia benar-benar bingung.

“Muda sekali.” Akhirnya Nam mengeluarkan komentarnya. Dan segera memasukkan lagi data tadi ke dalam amplop. Ia tersenyum lagi. Mengingat kejadian tadi. Gadis yang ditemuinya di lift. Ia mengingat jelas wajah gadis itu. Dengan rambut hitam panjang yang tergerai lurus. Kaca mata minus tipis yang bertengger di depan mata. Syal tipis yang dikenakan hanya sebagai aksesoris. Baju warna biru muda dan celana hitam panjang yang dikenakan tadi. Tas tangan berwarna biru muda dengan motif bunga lili. Dan juga amplop coklat yang dibawanya. Wajahnya sangat manis. Tingkahnya lucu. Mungkin hal itu yang membuatnya terus berpikir tentang gadis itu. Kim Anya.
“Kenapa kau tersenyum seperti itu?” Rain duduk di samping Nam dengan gayanya yang tak lepas dari kata seksi. Nam tidak terkejut dengan tingkah Rain. Dia sudah mengenalnya lebih dari 10 tahun lamanya.
“Bukan apa-apa.” Nam tersenyum, membuat Rain tambah sebal.
“Sekali-kali tunjukkan sifat aslimu.” Gerutu Rain, yang disambut tawa Nam.
“Kau sedang memikirkan seorang gadis, ya?” tebak Rain. Matanya tak lepas dari wallpaper dinding pemotretannya tadi yang bernuansa putih perak. Nam menoleh ke arah temannya itu dengan pandangan yang sulit diartikan.
“Gadis? Siapa?”
“Gadis tadi yang ada di lift. Ku lihat matanya tak lepas dari mu saat aku menanggalkan syal dan kaca mata hitam yang kau kenakan.” Jelas Rain.
Nam tersenyum lagi. Ia menegakkan duduknya dan menatap wallpaper dinding pemotretan. “Mungkin dia hanya terkejut karena melihat mu yang super tampan melakukan hal konyol seperti jahil di dalam lift.” Nam mengakhiri pemikirannya. Mendengar pemikiran Nam, Rain memandang sahabatnya dengan wajah tak percaya.
“Kau..” Rain hendak mengutarakan apa yang ada di pemikirannya selama ini, tapi benar-benar tidak bisa karena wajah teduh milik Nam selalu tersenyum ke arahnya.
“Ya?” Nam memasang senyum manisnya.
“Cih!” Rain mengumpat sebal.


Direktur Park memasuki ruangan pemotretan siang itu. Kang Tae Kyung, fotografer tetap SA sempat terkejut dengan kedatangan beliau di lantai 7. Sudah 5 tahun lamanya Direktur Park tidak pernah mengunjungi studio ini. Hanya sekretaris Jun yang mengawasi semuanya berjalan sesuai perintah Direktur.

Kang segera menghentikan aksinya memotret Lee Min Ho, pemuda yang sedang naik daun di SA. Dan segera menghampiri Direktur Park. Tidak seperti biasanya, Direktur membawa gadis lain. Yang ini terlihat sangat muda. Begitu pikir Kang.

“Annyeong haseyo, Direktur Park.” Kata Kang sambil membungkukkan badan di depan Direktur.
“Annyeong haseyo. Kang, bagaimana perkembangannya? Apa semuanya baik-baik saja?” tanya Direktur Park memastikan keadaan. Selama ini beliau hanya mendapat laporan dari Sekretaris Jun.
“Semua lancar dan di dalam kendali yang pasti, Direktur.” Kang merasa bangga dengan prestasi yang sudah ia dapat selama ini. Fotografer yang dipilih SA tidak salah. Semua hasil potretannya sangat diminati semua orang.
“Bagus.” Direktur Park melihat sekeliling dengan seksama. Anya, yang sedari tadi di belakangnya pun ikut memperhatikan sekitar.
“Dimana Kim Nam Gil?” tanya Direktur Park setelah ia tidak mendapatkan sosok ramah itu di antara para artis lain yang ada di pemotretan yang sedang berlangsung.
“Kim Nam sedang istirahat saat ini. Dia mungkin duduk di balik steroform di samping tempat kostum.” Jawab Kang. “Biar saya panggilkan.” Kang segera beranjak dari tempatnya berdiri, tapi Direktur Park menghalangi niatnya.
“Biar aku yang kesana.” Direktur Park langsung berjalan menuju tempat yang dimaksud. “Ayo Anya.” Ia tak lupa dengan gadis yang datang bersamanya tadi.

Untung dia direktur.. Anya selalu berpikir seperti ini saat Direktur Park melakukan hal yang dirasa kurang.


Dibalik tempat kostum, Nam sedang memejamkan matanya. Ia ingin istirahat sebentar. Sejak ia selesai memerankan beberapa tokoh di drama-drama yang dia mainkan, waktu untuk istirahat seakan menjauh darinya.

Rain memilih untuk mengutak-atik ponsel nya. Dia membuka dan menutup flip nya tanpa niat. Saat dia menegakkan pandangannya, ia terkejut karena Direktur SA ada disini. Dan lebih terkejut lagi saat tahu Direktur berjalan ke arahnya.

Segera ia berdiri dari duduknya membungkuk memberi salam kepada Direkturnya. Ia menyenggol kaki Nam, membuatnya tersentak kaget. Waktu tahu alasan kenapa Rain menyenggolnya, ia segera berdiri dan membungkuk kepada Direktur. Direktur Park terlihat tersenyum senang saat anak-anaknya terbukti masih menghormatinya.

Rain membelalakkan matanya saat tahu siapa yang berjalan di belakang Direktur Park. Gadis itu.. Dia langsung menoleh ke arah Nam. Walaupun itu ekspresi yang dibayangkan Rain, tapi dia benar-benar terkejut saat bayangannya menjadi kenyataan. Nam tersenyum. Matanya menatap gadis yang ada di belakang Direktur. Matanya bersinar. Mungkinkah…

Anya, dia sama terkejutnya dengan Rain. Tapi tingkat terkejut mereka berbeda. Rasa terkejut mereka juga berbeda. Anya membelalakkan matanya menatap Nam yang sekarang tersenyum ke arahnya. Dia benar-benar terkejut. Dia agak sedikit berjengit saat tahu siapa pria yang ada di samping Nam saat ini. Rain.

Pria itu.. batin Anya. Matanya tak lepas dari pandangan yang entah kenapa serasa sangat jengkel saat melihat Rain lagi.

Gadis itu.. batin Rain. Rain masih menatap tak percaya pada gadis di belakang Direktur.

Ketemu lagi. Nam tidak bisa berhenti tersenyum.

Direktur mengawali pembicaraannya dengan terarah, “Nam, kau sudah baca isi di amplop yang aku kirimkan?” tanya Direktur sambil menatap Nam.
Nam mengangguk dan tersenyum. “Saya sudah membacanya dengan seksama Direktur Park.” Jawab Nam.
“Jadi, kau sudah melihatnya, kan?”
“Iya. Saya sudah melihatnya.”
“Jadi, bagaimana menurutmu?”
“Saya hanya bisa menerima keputusan Direktur. Saya akan terima dengan siapa saya akan bekerja.”
“Dia orang yang kompeten.”
“Saya sudah membacanya di data yang Direktur kirimkan. Kamsa Hamnida.”
“Jangan sungkan. Baik-baiklah dengan manager barumu.” Direktur Park mengakhiri pembicaraannya.

Rain, sedari tadi bingung dengan isi pembicaraan Direktur dan juga sahabatnya itu. Amplop? Melihatnya? Terima dengan siapa akan bekerja? Kompeten? Manager baru? Apa maksudnya??? Wajah penuh pertanyaan yang tergambar jelas di wajah Rain tak membuat Direktur Park menyadarinya. Pertanyaan yang sama diajukan oleh otak Anya. Aku dan Nam, bekerja bersama??? Apa ini mimpi??? Jawabannya tidak. Ini bukan mimpi!! Teriak Anya dalam hati.

Direktur memperkenalkan Anya secara langsung kepada Nam dan Rain. Agak canggung memang. Anya sampai tidak bisa mengeja namanya dengan benar saat berhadapan langsung dengan pria yang ia sukai sejak duduk di bangku SMP itu. Kim Nam Gil. Aktor kebanggaanya.

“Mohon bantuannya, Manager Kim.” Kata Nam sopan.
Anya yang merasa tidak pantas disebut seperti itu oleh Nam, belum waktunya saja. Segera meralat panggilan yang diucapkan Nam. “Sebaiknya Anda memanggilku Anya saja.” Kata Anya dengan sopan.
Nam tersenyum. “Kalau begitu, jangan panggil aku dengan sebutan ‘Tuan’.” Tuntutnya.
Anya merasa wajahnya terbakar saat itu. Panas. Dia malu. Walaupun wajahnya sudah berubah warna –sekarang sudah berubah merah padam, dia menyempatkan diri untuk tersenyum ke arah Nam. Membuat Rain semakin lama semakin waspada.

Setelah acara perkenalan Kim Anya sebagai manager baru untuk Kim Nam Gil kepada semua orang yang ada di studio, Anya segera bertukar nomor telepon dan e-mail dengan Nam. Rain yang merasa tersisihkan –ibu Rain adalah managernya sendiri, menuntut Anya juga. Dia harus tahu nomor dan alamat e-mail Anya juga.

“Dia berbeda.” Komentar Rain setelah menutup flip ponselnya. Anya sudah tidak ada di studio. Dia harus pergi mengemasi barangnya yang ada di pos depan gedung dan mengurus kepindahannya ke apartement terdekat. Setelah itu Anya juga harus mengurus semua hal tentang Nam. Manager sebelumnya orang nya kurang kompeten, makanya semua pekerjaan yang dibebankan kepada Nam sangat banyak dan masih menumpuk. Dia hampir menjerit karena frustasi, orang yang dicintainya sampai kelelahan seperti ini.
“Siapa?” Nam merasa pertanyaannya sia-sia saja karena dia yakin sudah tahu jawabannya.
“Anya.” Tuh kan. “Ku rasa, dia berbeda.” Rain menatap Nam dengan tatapan yakin.
Nam hanya tersenyum, dan kembali bersandar di punggung sofa setelah itu menutup matanya. “Kau selalu bilang begitu saat manager ku diganti.” Gumam Nam.
Rain merasa dirinya disalahkan. “Bukan begitu, Nam.” Sergahnya, “Untuk kali ini, aku merasa dia benar-benar berbeda.” Tambahnya.
“Arrasso..” Nam malas berdebat sekarang. Rain hendak mengatakan sesuatu saat Kang memanggilnya untuk pemotretan sesi kedua. Dengan menggerutu, Rain berdiri dari duduknya dan berjalan menuju ke depan wallpaper putih perak untuk dipotret lagi.
“Dia sama saja dengan yang lain.” Bisik Nam.




legaaa~~~
q dedikasikan fanfic ini buat tmen q yg paling rewel gra2 ng-fan berat pake banget dan sekali sama Kim Nam Gil. gra2 itu q pe jungkir balik cari kosa kata korea.. *maklum, basic'a nihongo ^^*
buat Ana, yg dsini q ganti jadi Anya, met baca ea..
moga xm ska..
*q nulis nih crita gra2 suka jga sih sbenernya.. ^dtimpuk Ana*

dtunggu coment'a..
ja ne,
ayu deshita
\^o^/