Thursday, September 01, 2011

[fanfic] Oppa, Saranghae yo! (chapter II)

Trrtt.. Trrtt..

Ponsel Nam bergetar di samping tempat tidurnya. Ia membuka mata dengan perasaan campur aduk. Acara makan malam yang diadakan 9 jam yang lalu membuatnya berpikir dua kali tentang gadis bernama Kim Anya.


“Bukan maksud saya untuk mencampuri pekerjaan yang sudah manager lama Kim Nam-Gil ssi ambil, tapi, untuk sekarang dan selama masa jabatan saya, manager Kim Nam-Gil ssi adalah saya. Dan saya akan mengambil pekerjaan yang sekiranya Kim Nam-Gil ssi bisa lakukan, dan waktu nya tidak mengganggu istirahat Kim Nam-Gil ssi. Kesehatan Kim Nam-Gil ssi akhir-akhir ini mengalami penurunan. Saya sudah mengecek data kesehatan Kim Nam-Gil ssi hari ini. Untuk sekarang, saya rasa Kim Nam-Gil ssi harus menuruti kata-kata saya sampai Kim Nam-Gil ssi benar-benar sudah sehat kembali. Apa anda mengerti, Kim Nam-Gil ssi?” Anya bicara tanpa jeda sedikitpun malam itu. Membuat Rain yang duduk disamping Nam mengerjapkan mata berkali-kali melihat dan mendengar kejadian itu secara langsung.

“Benar kan apa kata ku. Gadis ini benar-benar berbeda. Buktinya, dia begitu cerewet dan overprotective padamu.” Rain berbisik tepat di telinga Nam. Anya hampir melempar file di tangannya kalau saja Rain tidak menegakkan duduknya lagi. “Dan dia juga galak.” Gerutu Rain.


Nam tersenyum lagi mengingat kejadian semalam. Seharusnya itu acara makan malam pertama yang diadakan Nam dan Anya –Anya sudah menantikannya, tapi rusak gara-gara kemunculan Rain yang tidak terduga.

“Semoga saja benar-benar berbeda..” Kata Nam lebih-lebih pada dirinya sendiri. Ia menjulurkan tangannya untuk meraih ponsel di samping tempat tidurnya. Jam di ponsel menunjukkan pukul 4 a.m waktu setempat. Ada 1 e-mail masuk. Ia buka flip ponselnya dan membaca nama yang tertera di layarnya. Rain.

From : Rain-bodoh
Subject : mimpi buruk
Aku mimpi buruk malam ini.
Tentang gadis baru yang ada di sampingmu.
Dia dengan tega melempari ku dengan file besar yang ada di tangannya.

-Rain-

E-mail itu membuat Nam tertawa kecil untuk kesekian kalinya. Ia memencet reply untuk membalas e-mail yang dikirim sahabatnya itu.

To : Rain-bodoh
Subject: Re: mimpi buruk
Selamat, ya!
Akhirnya kau membangunkan ku tepat jam 4 pagi hari ini.
Aku jadi tidak bisa tidur lagi.
Padahal aku baru memejamkan mata 15 menit yang lalu.
Oh, untuk gadis itu, sayang sekali aku tidak membantunya melempari mu.
Kalau aku, tidak akan dengan mudah melempari mu dengan tumpukan file,
melainkan kau yang kulempar.

-Nam-

Send..

Terkirim. Mungkin e-mail ini akan membuat mulut Rain berkerucut lagi nanti. Tapi masa bodoh. Dia selalu saja mengirim e-mail tentang mimpi pada Nam. Jam berapa pun dia bangun, dia akan dengan setia mengirim e-mail itu. Mimpi buruk, mimpi indah bahkan tidak bermimpi sekali pun. Kadang Nam berpikir, apa gunanya membahas mimpi di usia yang sudah 30 tahun lebih ini??? Dia seperti gadis usia 15 tahun yang sedang masa puber saja. Setiap kali bermimpi pasti menceritakannya pada sahabat karibnya.

Nam memutuskan untuk turun dari tempat tidur. Ia merapikan tempat tidur kecil yang ia tiduri tadi. Ia melihat sekeliling kamarnya. Kecil memang, tapi sangat nyaman. Nam memutuskan untuk tinggal di apartement kecil di dekat gedung SA.

Sebenarnya, sangat sedikit yang menyewa apartement ini. Disamping tempatnya kecil, juga kurang strategis jika harus ke kantor-kantor pemerintahan. Jangan salah, bagi Nam, tempat ini sempurna. Terhindar dari sorotan masyarakat, karena masyarakat tidak akan menyangka ada artis yang bersedia tinggal di apartement ini. Terhindar dari macet, Nam paling sebal kalau sudah macet disana-sini. Kalau saja dia anak muda yang berusia 15 tahun, dia akan dengan senang hati berlari di trotoar saat ia telat bangun untuk berangkat ke sekolah. Tapi sayang, dia sudah berusia 33 tahun. Tidak mungkin dia berlari setiap hari untuk menghindari macet. Untuk urusan makan, ia serahkan pada catering apartement. Penampilan masakannya tidak buruk, layak makan. Walaupun rasanya kadang tidak bisa dipastikan.

Saat Nam memutuskan untuk pindah ke apartment ini, keluarga Kim sangat menentang keputusannya itu. Khususnya ibu Kim, nyonya Kim Hye-Sun. Nam bersikeras untuk pindah dengan alasan, akan lebih mudah baginya untuk bangun dan tidak telat datang ke SA. Akhirnya, keluarga Kim menyerah dengan keputusan putra keduanya itu. Kim Nam-Sung, kakak pertamanya, dia memutuskan untuk pergi dari rumah juga saat tahu dia diterima di salah satu universitas incarannya di luar seoul. Dan kini, keluarga Kim hanya ada ayah, ibu dan juga adik perempuannya saja yang masih tinggal dirumah.

Nam berjalan menuju dapur mungilnya dan membuka kulkas. Mengambil sebotol air mineral dan meneguknya.

“Apa hari ini akan jadi hari yang melelahkan?” tanya Nam dalam hati. Ia meletakkan botol itu di meja makan kecilnya. Kemudian berjalan menuju tempat tidurnya lagi setelah menarik buka jendela yang ada di atas tempat tidurnya. Angin dingin menampar wajahnya yang tanpa perlindungan itu. Ia begidik kedinginan. Ia hendak memutuskan untuk tidur lagi di bawah selimut hangatnya, ketika ponselnya bergetar lagi.

Trrtt.. Trrtt..

“kali ini mimpi apa lagi dia?” Nam menyambar ponselnya dan langsung membuka e-mail masuk disana.


From : Rain-bodoh
Subject: Re : mimpi buruk : Selamat, ya!
Kau kejam pada ku.
Kita kan sudah 10 tahun lebih hidup bersama..
T^T

-Rain-


To : Rain-bodoh
Subject: tidur!
Cepat tidur!

-end-

Send.


Setelah membalas e-mail Rain, Nam memutuskan untuk benar-benar tidur lagi. Dia sangat lelah hari kemarin. Tak lupa ia memasang jam beker pada pukul 7 a.m pagi ini. Dalam hitungan menit, Nam sudah kembali ke alam mimpinya.



Rain mengerucutkan bibirnya menjadi 3cm di atas rata-rata saat melihat balasan e-mail dari teman karibnya, Nam. Hampir saja ia melempar ponselnya sendiri. Tapi ia urungkan, sayang ponselnya –banyak foto gadis berbikini di galeri ponselnya sekarang. Nam pernah memarahinya ketika dia membuka situs jejaring sosial dan mencoba mencari wanita penghibur disana.

“Jangan bertindak hal yang membuat ku malu!” perkataan Nam selalu menggema di telinganya saat Rain hendak melakukan tindakan bodoh lagi.

“Dia selalu saja dingin. Tapi sebenarnya benar-benar khawatir. Kau pikir sudah berapa lama aku bersama dengan mu?” Gumam Rain. Dia pun beringsut tidur lagi.


Pukul 4.30 a.m waktu setempat.
Anya, di dalam apartement barunya, benar-benar tidak bisa tidur nyenyak. Dia selalu kepikiran macam-macam. Sekarang, dia bekerja di SA. Manager seorang artis. Dan itu Kim Nam-Gil. Orang yang dicintainya. Dia sampai rela menyeberangi lautan, negara, pulau dan cuaca. Baginya, bertemu dengan Nam adalah keajaiban yang ia ciptakan dari hasil kerja keras. Asal kerja keras, yakin dan punya mimpi, semuanya akan terwujud dengan pasti. Jangan berhenti bermimpi, karena hidup akan jadi tidak berguna tanpa adanya mimpi. Dengan mimpi, semua yang ada di depan mata akan menjadi berwarna. Tapi ingat, jangan terlalu saat melakukan semua hal. Jaga kesehatan raga dan jiwa juga diperlukan.


Saat itu liburan sekolah ketika Anya duduk di bangku kelas 1 SMA. Dia melihat ada drama baru di outlet tempat persewaan dvd langganannya. Bintangnya pun Anya rasa baru. Filmya bagus, begitu kata Koko Jefery, salah satu pekerja di tempat persewaan. Menceritakan tentang perjuangan seorang kakak untuk tetap mengidupi adiknya yang masih kecil, yang perlu masuk ke bangku sekolah juga. Pokoknya sangat menyentuh saat lihat perjuangan kakaknya. Cicik Lien ikut-ikutan memanas-manasi Anya waktu itu. Tanpa pikir panjang, Anya langsung menyambar drama baru itu dan membayarnya. Selama ini, film yang direkomendasikan double pair itu tidak ada yang tidak bagus. Pasti bagus.

Anya pulang dengan perasaan campur aduk. Ketika sampai dirumah, hal yang pertama dilakukannya adalah menyalakan dvd player. Selama kurang lebih 3 jam lamanya, Anya sudah menonton 4 episode film tersebut.

Masih belum. Aku harus cari lanjutannya. Begitulah, selama 4 hari ia liburan, ia habiskan di depan tv set untuk menonton drama itu. Pemeran kakak diperankan oleh Kim Nam-Gil. Dan peran adik diperankan oleh Park Shin-Hye. Pasangan yang agak aneh memang, tapi tetap saja itu sempurna karena acting mereka yang hebat.

Pertama kali jatuh cinta dengan seorang artis. Pertama kali merasakan getaran dasyat di dada saat melihat wajah orang itu walaupun dia hanya ada di balik televisi. Pertama kali menumpahkan air mata saat orang itu dikabarkan sakit typus. Pertama kali, dengan tulus dia berharap, suatu saat dia lah yang akan mengurus semua keperluan orang itu. Suatu saat, dia lah yang akan merasakan cinta dari orang itu. Suatu saat, dia lah yang akan melahirkan anak-anak dari orang itu. Suatu saat, dia lah yang akan menemani hari tua orang itu. Tuhan, tak ada harapan terbesar yang pernah aku buat selain ini. Kumohon dengan segala rasa percaya ku padamu, kabulkan lah permohonan hamba mu ini.

Dan Tuhan maha mendengar semua permohonan hamba Nya. Sekarang, dia berdiri disini. Disamping Nam. Dia akan berusaha untuk mencapai semua mimpinya. Setelah semua mimpinya tercapai, dia akan memimpikan hal-hal baru lagi. Hanya untuk Nam. Nam seorang.

Anya melihat jam beker yang ada di meja kerja kecilnya di sudut ruangan. Berkali-kali ia melihatnya, tapi tetap saja waktu berjalan lambat. Ia menyibukkan diri dengan berjalan berkeliling di kamarnya. Kadang kakinya terantuk koper yang belum sempat ia bereskan, masih berserakan di lantai kamar apartmentnya.
Apartment ini ia tempati atas rekomendasi dari Direktur Park. “Untuk memudahkan mu dalam bekerja”, begitu kata beliau. Anya tidak begitu paham dengan arti keseluruhan dari apa yang di ucapkan Direktur Park.

“Bilang saja aku tidak boleh telat.” Anya merasa dirinya harus menuruti semua pekerjaan yang dia akan ambil, makanya dia ambil apartment ini. Dekat dengan SA. Jadi memang tidak akan telat. Seperti yang diharapkan.

Anya melirik jam lagi. 4.35. Dia semakin frustasi. Dilemparnya bantal ke arah jam beker dengan sebal. “Percuma menunggu mu yang lelet!” Kata Anya dengan wajah dingin kepada jam beker penguin miliknya. Jam itu hadiah dari kakak perempuannya yang sekarang berada di Singapura untuk mencoba tantangan baru dalam dunia bisnis.

Anya mengambil jaket dan sepatu olah raganya di rak yang ada di sebelah ruang tamu mungil di apartment. Jaket hijau tua, celana olah raga berwarna senada. Sepatu putih yang hanya bergaris coklat tua, serta rambut yang dikuncir kuda. Tak lupa ia membawa I-pod untuk menemaninya dalam lari pagi hari ini. Anya orang yang tidak betah jika harus menunggu waktu. Ia putuskan keluar apartment dan berlari-lari kecil.

Di jalan, ia melewati beberapa toko sayuran. Sepertinya sangat fresh. Dia berniat membawa pulang beberapa saat ia kembali dari lari paginya nanti. Jalanan di sekitar apartment pagi ini lumayan sepi. Belum ada orang-orang sibuk yang berlalu lalang disini. Iya, ini bukan jam kerja. Tapi jam tidur. Tapi bagi Anya yang orang baru, tak ada salahnya menjelajahi tempat yang belum dikenal akrab ini. Dengan menjelajah, semuanya akan aman terkendali.

Jam tangan Anya menunjukkan pukul 5.15 a.m. Waktunya pulang. Begitu pikir Anya. Untung saja dia orang yang selalu teliti dengan semua hal. Walaupun dia sudah berada 2 km jauhnya dari apartment, tapi dia tidak tersasar sedikitpun waktu pulang. Dia hanya mencoba jalan alternative lain. Itu yang membuatnya sampai dirumah pukul 6.00 a.m.

Sesampainya di apartment,

“Aku pulang..” Anya tahu tidak akan ada jawaban, tapi dia cukup senang mengucapkannya. Serasa rumah sendiri. Ayahnya sempat ngambek waktu tahu Anya akan berangkat ke korea untuk bekerja. Karena Anya tidak pernah cerita apa pun ke ayahnya. Mau bagaimana pun juga, ayah adalah single parent. Yang merasa wajib menjaga putri-putri nya yang tumbuh dewasa. Ayah sudah melepaskan kak Sara untuk pergi ke Singapura. Kali ini, ia tidak rela melepaskan Anya untuk ke Korea. Butuh bujukan ekstra dan super kuat untuk bisa meluluhkan hati ayah nya itu. Akhirnya, walaupun dengan berat hati, Ayah mengijinkannya pergi ke Korea. Bahkan, ayah sendiri yang menemaninya sampai di bandara. Kakaknya sibuk. Sedangkan adik bungsunya, Leni, harus berangkat ke sekolah hari itu. Ayah menangis saat Anya akan berangkat. Membuat Anya tertawa walaupun dia juga mengeluarkan air mata.

“Kalau kau pulang dengan membawa anak, akan kubunuh suami mu!” Ayah mengatakan itu dengan sangat keras saat pesawat yang mau ditumpangi Anya dijadwalkan akan berangkat.

Wajah Anya merona merah saat itu. Membuat Ayah berpikir negative. “Jangan-jangan kau…”

“Apa yang Ayah pikirkan?!” Anya berteriak kencang juga. “Aku akan pulang dengan membawa calon suami. Bukan anak dan suami. Aku akan menikah setelah Ayah menyetujui pria pilihan ku. Akan ku kenalkan dia padamu sebelum menikah.” Sambung Anya masih dalam nada yang sama. “Jangan berpikir macam-macam lagi!” tambahnya hampir gila. Percuma aku menangis tadi. Batinnya.


From : Manager baru
Subject: jadwal baru
Anda sudah bangun, Kim Nam-Gil ssi?
Lansung saja,
Jadwal Anda hari ini,
7.00 – 08.45 : latihan vocal di studio 6 SA.
9.00 – 11.25 : pemotretan untuk majalah King edisi 17 di studio 5 SA.
Masih ada jeda 15 menit jeda sebelum kerjaan selanjutnya, Anda bisa istirahat sebentar.
Jadwal selanjutnya akan saya sampaikan setelah saya bertemu Kim Nam-Gil ssi di kantor.

-Anya-

Nam membaca e-mail di layar ponselnya dengan wajah biasanya lagi. “Dia memperhatikan setiap menit.” Gumamnya. Nam segera mengenakan kemeja berwarna ungu magenta dipadukan dengan jas hitam dan celana hitam. Dasinya berwarna biru abu-abu. Dia cukup mahir memakai dasi. Lama ia memandangi dirinya dalam cermin.

Kenapa harus ribet seperti ini? Pikirnya. Segera ia tanggalkan semua jas yang ia kenakan. Ia menarik keluar beberapa setelan kemeja dan baju santai yang tidak ketinggalan mode dari lemari bajunya. Setelah berkutat dengan pemikirannya tentang baju yang akan dikenakannya, ia menyerah dengan selera buruk yang selalu dia pilih.

Saat ia menggapai kaos lengan panjang berwarna hijau toska dan celana hitam sport miliknya, pemilik suara lantang yang dikenal Nam menampakan dirinya di sisi tempat tidur Nam.

“Kalau kau memilih itu, aku tidak akan berjalan dengan mu hari ini.” Rain, yang sudah lama memperhatikan sahabatnya berkutat dengan baju yang akan dikenakan, akhirnya berkomentar karena tidak tahan melihat teman super bebal dalam dunia fashionnya itu kebingungan.

Nam menoleh ke sumber suara. Dia tampak terkejut dengan kehadiran Rain di kamar apartmentnya. “Sejak kapan kau disana? Lewat mana kau datang?” pertanyaan Nam yang diajukan bukanlah itu. Melainkan sebuah pernyataan, “Kalau begitu kau bisa pergi duluan hari ini.” Kata Nam dengan nada biasa. Wajahnya datar melihat Rain yang dengan seenaknya tiduran di tempat tidur Nam.

Rain menyipitkan matanya yang sudah sipit. Hingga membentuk garis horizontal yang aneh. “Kau tidak asik!” katanya dengan mulut dimonyongkan. Melihat itu Nam tertawa kecil.

“Kalau aku tidak asik, kenapa selama ini kau terus menempel padaku?” tanya Nam penasaran. Akhirnya ia memutuskan untuk mengenakan kaos putih lengan pendek dengan gambar menara Eiffel di bagian depan dan menara Tokyo di belakangnya. Dengan celana hitam berantai, serta rompi kulit berwarna hitam polos. Ia memakai sepatu boot untuk menambah gaya nya. rambutnya di wax sedikit karena perintah Rain setiap pagi.

“Karena hanya kau yang enak untuk diajak bertukar pikiran*dijahili*” kata Rain dengan senyum terkembang.

“Terserah apa katamu.” Nam akhirnya menyerah dengan fashion yang dipilihkan Rain untuknya.


6.45 a.m. Gedung SA. Lantai 2. Tempat para artis dan managernya berkumpul untuk membahas pekerjaan yang akan dilakukan.

Terlihat Nam berjalan berdampingan dengan Rain di sisi ruangan tunggu. Berjalan sambil meminum kopi hangat dari mesin penjual minuman otomatis di depan gedung.
Seorang gadis dengan perawakan sedang, mengenakan blus merah muda serta celana hitam, terlihat sangat cemas tapi setelah itu kembali tersenyum saat mengetahui Nam sedang berjalan di depannya, dengan tumpukan file di tangan kirinya dan buku catatan kecil di tangan kanannya, ia segera menghampiri Nam.

“Annyeong haseyo!” sapanya dengan senyum ceria ke arah Nam. Rain merasa cemburu seketika. Kenapa dirinya tidak disapa juga? Ia memperhatikan.

“Kim Nam-Gil ssi sudah membaca e-mail dari saya? Apa anda sudah sarapan? Bagaimana kondisi anda pagi ini? Semuanya lancar? Apa anda..” pertanyaan Anya terpotong oleh suara erangan Rain.

“Aaarrgghhhh!!! Apa-apan sih?” Rain menaruh tangannya di antara Nam dan juga Anya. Membelah layaknya pedang.

Anya baru menyadari siapa yang ada di samping Nam. “Eh, Rain ssi. Sejak kapan ada disini? Ah, Annyeong haseyo..” Anya membungkukkan badannya di depan Rain. Membuat Rain membelalakkan matanya tidak percaya. Kali ini tawa Nam tak terbantahkan, dia sudah tertawa sekarang. Membuat Anya yang ada di depannya bingung dan bertanya-tanya. Ada apa sih?


Latihan vokal yang dijalani Nam dan Rain berjalan dengan semestinya, dan tanpa gangguan apapun. Anya menghilang sebentar selama Nam latihan. Mungkin dia menemui orang-orang yang terkait dengan jadwalnya hari ini. Setelah muncul lagi, Anya dengan setia menunggu Nam di tempat duduk di depan ruang vokal. Nam bisa melihatnya sibuk dengan catatannya dari dalam ruangan ini.

Ruangan latihan vokal ini tergolong sederhana juga. Mungkin Direktur sangat ingin menampakkan kesan nyaman daripada mewah. Rain betah berlama-lama di ruang latihan, karena wanita incaran selanjutnya ada disini. Guru olah vokal. Berusia 45 tahun, tapi belum menikah dan belum terjamah sama sekali. Sekali Rain mengedipkan matanya, semua gadis, wanita bahkan nenek-nenek pasti menempel padanya. Tapi tidak dengan Anya. Rain sudah memasukkan Anya ke dalam daftar blacklist nya sekarang. Gadis tidak peka. Umpatnya.

Selama latihan, Rain selalu menebar feromon yang dia punya. Bahkan penata sound yang seorang pria pun terpesona melihatnya. Nam, dengan wajah serius selalu bilang padanya, “Hentikan, atau aku akan menyeretmu keluar!” tapi tidak di indahkan oleh Rain yang memang telinga bebal. Sudah berkali-kali Nam menyeret Rain keluar dari tempat yang dia datangi bersama. “Sebelum ada pertumpahan darah yang tidak diinginkan, lebih baik ku ungsikan dia dulu.” Nam selalu merasa Rain akan dalam bahaya jika sifat playboy tidak lepas dari dirinya. Kejadian naas pernah menimpa Rain saat sedang shooting film berjudul ‘A love to kill’ di sebuah pusat perbelanjaan, Myong-Dong. Dia sempat ditendang saat seorang pria kekar tidak terima gadisnya terpesona oleh ketampanan Rain saat itu. Hampir saja Rain kelepasan hendak memukul balik pria kekar itu, tapi Nam yang saat itu sedang ada di lokasi shootingnya –sifat manja Rain kumat, ia ingin Nam menemaninya alih-alih managernya, mencekal lengan Rain dan memelintirnya. Jika tidak begitu, Rain bisa membabi buta. Rain tenang setelah para staff mengusir pria kekar dan gadisnya itu keluar dari Myong-Dong.


“Dia sentimen padaku. Akan ku catat namanya dalam daftar blacklist ku.” Rain menggerutu tak tentu arah saat pemotretan sedang berlangsung. Kali ini, Nam masih dipasangkan dengan Rain untuk majalah King edisi 17. Mereka berdua memang double pair yang sedang digandrungi saat ini. Nam dengan kesan putih cemerlangnya, dan Rain dengan mata elangnya.

“Siapa?” Nam bertanya dengan posisi wajah menghadap ke atas. Saat ini gayanya sedang memandang ke langit luas dan memikirkan seseorang. Sedangkan Rain dengan wajah dinginya membuang muka dari arah depan.

“Manager barumu!” gerutunya lagi.

“Ada apa dengan dia?”

“Dia selalu tidak menyadari aku ada disekitarnya.” Kenang Rain. Nam tersenyum menandakan ia sedang jatuh cinta. Tapi gagal, karena Kang berteriak frustasi.

“Nam-Gil! Dimana Ekspresimu??!!” seru Kang. “Falling in love! You know? Falling in love! Aku ingin kau jatuh cinta!” tambah Kang hampir mencabuti rambutnya lagi, seperti yang dilakukan saat Rain juga sedang bengong saat pemotretan berlangsung.

Terlintas kejahilan yang menyerempet otak Rain. “Nam,” dia menatap mata Nam dengan sungguh-sungguh. “Lihat aku dan jatuh cinta lah!” Kata Rain dengan nada suara percaya diri yang tinggi.

Kang bersiap-siap mengambil gambar lagi. Kali ini ia pasrah dengan tindakan mereka berdua di depannya. Jika ada Rain, semuanya kacau. Tapi masih bisa dipasarkan, karena diluar dugaan, ekspresi yang keluar jauh lebih baik dari yang dia harapkan sebelumnya.

Sesaat Nam memang dengan mata lembut menatap Rain yang terlihat cantik di depannya –mereka mengganti kostum mereka dengan pakaian musim dingin. Walaupun sebenarnya mereka kepanasan. Tapi sejurus kemudian Nam langsung menekan perutnya dan muntah seketika, hanya muntah-muntah bohongan, sontak membuat wajah Rain menjadi berlipat-lipat. Dan itu membuat Nam tertawa lepas memandang orang di depannya yang cemberut hebat itu.

Ini dia! Ini dia! Teriak Kang dalam hati. Segera ia tekan push untuk mengambil gambar dua orang yang ada di depannya. Nam yang tertawa lepas dan Rain yang cemberut. Seperti layaknya sepasang kekasih yang sedang kencan. Ini dia! Ini dia!

Pemotretan selesai tepat waktu. Nam dan Rain sudah mengganti kostum mereka dengan baju nya semula. Saat keluar dari studio, ternyata Anya sudah ada di depan. Menunggu mereka keluar, lebih tepatnya menunggu Nam.

“Bagaimana pemotretannya? Berjalan dengan lancar? Apa Kim Nam-Gil ssi mengalami kesulitan dengan ini? Jika memang ada, tolong beri tahu kepada saya. Saya akan berusaha menangani semuanya.” Anya mengatakannya dengan sungguh-sungguh. Membuat Nam menepuk kepala Anya dengan pelan. Rain yang menyaksikan itu langsung mengeluarkan notes nya dan menulis sesuatu disana.

“Jangan keluarkan deathnote. Ryuk tidak akan datang karena kau bukan Kira yang dia maksud.” Seorang gadis dengan perawakan kecil dan rambut bergelombang, diikat menyerupai panda –ada dua benjolan di atas kepalanya dan tergerai dibagian bawahnya, bicara tepat di sebelah Rain. Menatap tulisan Rain di notes yang bersampul hitam itu.

“Kim Anya.” Baca gadis itu.

Rain menutup notes nya dan melototkan matanya ke arah gadis di sampingnya. “Diam kau, Hye-Gyo!” Song Hye-Gyo. Gadis yang pernah bermain drama bersamanya itu hanya cekikikan. Nam yang mendengar nama manager barunya telah ditulis di buku ‘antik’ yang dimiliki Rain, menatap Rain dengan pandangan membunuh. Sedangkan yang bersangkutan, hanya bisa menelengkan kepalanya karena tidak mengerti.

“Kau Kim Anya?” Hye-Gyo menatap Anya dengan ramah. Ia menyodorkan tangan kanannya untuk bersalaman dengan Anya. Anya pun menyambutnya. “Song Hye-Gyo. Senang berkenalan dengan mu.” Katanya tulus.

Anya mengangguk, “Kim Anya. Annyeong haseyo.”

Rain merasa dirinya dicuekin lagi. Segera ia melepaskan jabatan tangan antara Hye-Gyo dan Anya. “Kita pergi.” Katanya segera setelah menarik tangan Nam dan Anya, meninggalkan Hye-Gyo yang tersenyum sinis ke arah Rain.

“Dia selalu saja begitu.” Gerutu Hye-Gyo.


Nam menarik tangannya dan menarik tangan Anya dari tangan Rain. “Apa-apaan sih?” Nam merasa managernya terancam. Ia menyembunyikan Anya di balik badannya. Anya merasa senang saat itu.

“Gadis itu berbahaya.” Rain berusaha meyakinkan Nam dan Anya bahwa gadis bernama Song Hye-Gyo itu memang gadis yang berbahaya. Nam hendak membantah omongan Rain,

“Anda yang berbahaya!!” Anya sudah ada di depan Rain sekarang. Menunjuk wajah Rain dengan jari telunjuknya dan dengan wajah geram luar biasa. Tapi sejurus kemudian, dia langsung sadar akan tindakan nya yang spontan itu salah. Anya membungkukkan badannya berkali-kali meminta maaf kepada Rain yang wajahnya berubah jadi merah padam. Nam tidak bisa menyembunyikan tawanya. Dia tertawa dengan keras sekali.



“Aku benci padanya.” Rain dengan wajah manja sudah ada di balik selimut di atas tempat tidur Nam malam ini. Nam yang sedang berganti pakaian hanya bisa mendengus geli. Wajah Rain sangat parah. Baru pertama kali dalam hidupnya selama ini, wajah sempurnanya ditunjuk dengan galak tempo hari.

Nam ingat dengan jelas, bagaimana kerasnya perjuangan Anya untuk meminta maaf kepada Rain selama beberapa hari terakhir ini. Selama di SA, Anya tak henti-hentinya membungkukkan badan kepada Rain, meminta maaf dengan tulus. Tapi Rain tetap tidak menggubris permintaan maaf Anya. Sampai sekarang, Rain tetap menghindari Anya.

“Kau membencinya?” Nam duduk di sisi tempat tidurnya,

Rain yang sekarang berubah posisi, dia membungkus badannya dengan selimut sampai ke kepalanya. Sehingga hanya sebuah karung besar berwarna putih yang terlihat terbungkus di atas tempat tidur. “Sangat.” Jawabnya singkat.

“Kau tidak akan membencinya,” kata Nam penuh percaya diri dalam nada suaranya.

Rain menyingkap selimut dari kepalanya, gerah juga lama-lama. “Mo?”

Mata Nam lurus menatap Rain sekarang. Dengan wajah penuh keyakinan dia menjawab, “Tidak akan pernah.”

“Terserah apa katamu. Aku tetap membencinya.” Rain kembali menutup kepalanya dan memonopoli tempat tidur Nam.

“Hahahahaha,” Nam tertawa dan berjalan menuju sofa di dekat teve set nya. “Lalu siapa yang bilang, ‘dia berbeda’ waktu pertama kali melihatnya dulu? Dan siapa yang berusaha keras menghindari seorang gadis tapi tetap tak bisa melepaskan matanya dari gadis itu selama seminggu ini?”

Rain melempar bantal ke arah Nam yang duduk tak jauh darinya. “Aku tidak seperti itu!” protes Rain sebal, yang disambut tawa Nam.

“Hentikan tertawa mu yang menjengkelkan itu sekarang juga, Nam!” kali ini Rain melemparkan guling yang dipegangnya. Alih-alih mengenai Nam, guling itu meluncur dengan gaya bebas ke arah lantai. Membuat Nam tertawa tanpa henti.

“Seharusnya kau melihat wajah mu sekarang. Betapa imut nya wajah merajukmu itu. Sudah berapa tahun kau tidak menampakkannya lagi?” Nam berjalan mengambil bantal dan guling korban pelemparan Rain.

Rain duduk sambil memelintir rambut depannya dengan tampang cemberut. Nam ikut duduk di sampingnya.

“Tampak dengan jelas kau menyukainya, Rain.” Kata Nam pelan sambil meletakkan para korban pelemparan ketempatnya semula.

Rain menatap Nam tak percaya, seakan Nam itu makhluk luar angkasa yang mengatakan dirinya adalah manusia tembus pandang. “Tahu apa kau tentang aku?”

Nam menarik selimutnya yang kini diremas-remas Rain dengan perasaan jengkel. “Kau pikir sudah berapa tahun kau hidup bersama ku?” Nam menarik Rain untuk turun dari tempat tidur. “Keluar! Aku mau tidur.” Katanya. Rain merasa terusir, dia tetap saja menyesak di samping Nam yang sudah terbaring di tempat tidurnya.

“Kau membuat ku kepanasan. Pergi sana ke apartment mu sendiri!” Nam menarik selimutnya untuk menutupi badannya. Rain tak mau kalah, ia juga menarik-narik selimut Nam untuk menutupi dirinya.

“Tidak mau! Ibu ku disana.” Katanya setengah putus asa.

“Jangan kabur dari beliau donk!” Nam menarik selimutnya lagi.

“Aku tidak kabur. Ibu yang selalu mengejarku.” Rain putus asa, tapi ide jahil mengisi otak nya lagi. Segera ia memeluk Nam dan tidur di sampingnya dengan selimut membalut dirinya juga. Malam ini lumayan dingin.

Nam tak bisa mengelak. Seperti inilah Rain jika sedang kumat. Nam membuang napas panjang. “Pada akhirnya kau pun juga sudah menyukainya.”

“Jangan terlalu berharap.” Kata Rain dalam mata tertutupnya.

“Aku tidak berharap. Tapi itulah kenyataan. Aku pun juga sama.” Nam pun terlelap dalam tidurnya.


=================


Owariiiiiiiiiiiii
cupe bunget!!
buat Ana, gomen ea telat bget.. pe q bilang tiap tgl 1 ru klar nih fanfic..
bis'a mw gmna lgi,, sbuk bget sih.. *dtimpuk Ana*
kehkehkehkeh

hope you like it..

untuk chapter slanjutnya, q ushain 2mnggu lgi..
otak q kdang agak mampet sih..
^kbanyakan mikirin Yamada Ryosuke^ *PLAKK//
jdi mentok2'a y k Ryosuke seorang..
wkwkwkwkwkwkwk

Saigo ni,,
buat pembaca, thx uda mw ssah2 bca dan nunggu nih fanfic lgi..
gomen ea telat..
*ojigi di depan semua
ayu : hontou ni gomen.. soshite,, hontou ni arigato na.. \^o^/

Ja ne!
ayu deshita!
\^o^/

No comments:

Post a Comment