Tuesday, September 06, 2011

[fanfic] Oppa, Saranghae yo! (chapter III)

Sudah 2 bulan berlalu sejak peristiwa ‘penunjukan’ yang dilakukan Anya terhadap Rain. Selama ini pula Rain terus menghindari Anya. Anya hampir frustasi dengan sikap Rain yang seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi, dia salah dan sudah berusaha meminta maaf, tapi Rain bukannya memberi maaf, malah kabur seperti anak kecil. Entah karena apa Rain seperti itu.
Setiap kali Anya menampakkan diri didekat Nam, Rain selalu menyingkir. Tapi sudut matanya berkata lain. Tanpa disangka, Anya juga selalu mengikuti setiap gerak-gerik Rain.

“Sudah kuduga pria itu memang aneh. Ada yang aneh yang sedang menggerogoti pikirannya. Apa yang sebenarnya dia sembunyikan dariku? Setiap kali melihatku kenapa selalu kabur? Setiap kali aku muncul kenapa dia selalu berjengit dan langsung menghilang? Kenapa setiap kali aku ada bersama Nam dia selalu menyingkir? Apa salahku padanya? Apa yang sudah kuperbuat padanya? Hanya menunjuk seperti itu apa sudah melukai harga dirinya sebagai seorang aktor terkenal? Apa iya, seorang aktor sekalipun tidak bisa memafkan aku yang sudah berkali-kali meminta maaf kepadanya? Apa sih bagusnya dia? Dia hanya menang di wajah saja. Ku akui dia lebih seksi dari Nam. Tapi Nam jauh lebih baik dari dia. Nam jauh dari segalanya. Kenapa dia selalu seperti ini padaku? Apa yang harus kulakukan lagi agar dia mau menoleh padaku lagi? Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kulakukan?” Anya terlihat bergumam di pojok ruang tunggu di lantai 2 siang ini. Jadwal Nam bulan ini sudah terselesaikan sepenuhnya berkat kerja keras Anya dan juga Nam sendiri.

Anya, karena sering begadang dikarenakan tugas-tugas nya sebagai manager, menjadi agak sedikit horor tentang penampilan. Rambutnya dibiarkan tergerai, wajah hanya dipoles dengan bedak dan lipstik seadanya. Pakaian, yang layak pakai saja, tapi tetap modis jika dilihat. Jika diperhatikan, daerah disekitar matanya menjadi agak kehitaman karena kelelahan, tapi tertutupi dengan kacamatanya yang sering bertengger di atas hidungnya.

“Kau perlu istirahat, manager.” Anya terkejut bukan main saat mendengar suara Nam sedekat itu di telinga kanannya. Benar saja, dia ada di sana. Memperhatikan Anya dengan wajah cemas.

“Kau baik-baik saja, manager?” tanya Nam lagi saat Anya menjauhkan dirinya dari wajah Nam yang sedekat tadi, memegangi telinga kanannya dengan wajah merah.

Anya menggeleng hebat. “Saya tidak apa-apa. Hanya saja,,” Anya tidak melanjutkan omongannya.

“Mo?” Nam memasang wajah yang super lembut ke arah Anya. Membuatnya tak bisa menipu Nam untuk kesekian kalinya. Akal sehat merajai pikirannya,

“Kim Nam-Gil ssi ada jadwal yang harus dipenuhi sore ini pukul 15.13 di Seoul Television.” Kata Anya sambil membuka-buka file kecilnya.

Nam mendesah dan menegakkan duduknya, “Baiklah.”


Di mobil sedan putih yang dikendarai oleh Nam dan juga Anya, yang sedang menuju ke Seoul Television –Nam yang menyetir karena Anya belum terbiasa dengan jalur kanan. Selama perjalanan, Anya lebih banyak diam. Membuat Nam yang mengira gadis yang sudah 2 bulan menjadi managernya itu adalah tipe gadis cerewet, juga ikut terdiam. Seperti teringat sesuatu, Nam merogoh-rogoh tas yang ada di tengah kursi setir. Anya memperhatikan.

Nam terus mengaduk isinya, berusaha menemukan sesuatu di dalamnya yang tidak kunjung ditemukannya. Anya yang melihat itu juga sempat khawatir, apa ada barang yang tertinggal? Begitu pikirnya.

“Kim Nam-Gil ssi sedang mencari sesuatu?” tanya Anya menawarkan diri untuk membantu dalam nada bicaranya.

Wajah Nam kembali cerah, seolah-olah sudah mendapat apa yang sedang ia cari dari tadi. “Ketemu!” seru nya senang. Kemudian menarik tangannya dari tas dan menyetir lagi. Anya mengerutkan kening, tak ada apa-apa di tangan Nam.

“Apa yang anda cari?” tanya Anya penasaran.

Nam menoleh ke arah Anya dan menampakkan senyumnya. “Sudah kutemukan. Tidak usah dicari lagi.” Jelasnya.

Tidak masuk akal. “Jadi, apa yang sedang Anda cari? Ditangan Anda tidak ada barang sama sekali. Jika memang ada yang tertinggal, biar saya yang mengambilnya untuk Anda.” Kata Anya menawarkan diri.

Nam menggeleng. “Tidak. Tidak. Tidak perlu. Yang kucari sudah kutemukan.” Nam menoleh ke arah wajah Anya yang masih tergambar jelas pertanyaannya. “Aku mencari suara mu.” Katanya. “Dan itu sudah ketemu. Iya, kan?”

Anya merasa wajahnya terbakar lagi. Dia mengangguk dan berkata, “Iya.” Secara singkat dan dapat dimengerti oleh Nam yang sekarang sudah duduk di belakang setir dengan benar.

“Apa ada sesuatu yang mengganjal pikiranmu?” tanya Nam mengawali pembicaraannya di dalam mobil yang tadi sempat terasa seperti sebuah pemakaman.

Anya menoleh ke arah lawan bicaranya, ia tersenyum. “Untuk pekerjaan Kim Nam-Gil ssi, semuanya lancar-lancar saja. Dan sudah saya perkirakan, 2 bulan kedepan lagi semua tugas yang lalu sudah terselesaikan semuanya.” Jawab Anya sambil mengutak-atik buku agendanya –dulu buku hariannya, tapi sekarang berubah fungsi.

Nam menggeleng, “Bukan pekerjaan, tapi kau. Apa ada yang sedang kau pikirkan?”

“Eh?” Anya belum mengerti arah pembicaraan mereka berdua sekarang. “Maksud Kim Nam-Gil ssi?”

“Apa kau baik saja dengan Rain?” saat Nam mengucapkan nama Rain, entah kenapa air mata Anya mengalir. Nam terkejut bukan main dengan pemandangan yang ada di depannya ini. Apa dia salah ucap?

“Ke, kenapa?” Nam panik melihat Anya. Anya hanya diam dalam tangisnya yang tak bersuara itu.

Alih-alih menjawab, Anya hanya menggelengkan kepala. Nam mendesah, ”Dia memang sudah keterlaluan.”

Anya menghapus air matanya dan berusaha untuk tersenyum. Seoul Television sudah ada di depan sekarang. Mereka harus bergegas. Jam menunjukkan pukul 14.30. Masih ada waktu untuk makan siang. Setelah memarkir mobil di tempat pemarkiran di dalam gedung sebelah dalam, Nam turun dengan Anya. Mereka berjalan menuju ke dalam gedung stasiun televisi itu.

“Kim Nam-Gil ssi, masih ada waktu 30 menit untuk makan siang terlebih dahulu sebelum jadwal Anda berlangsung.” Kata Anya, masih dengan buku agenda di tangannya.
“Sebaiknya Anda makan siang terlebih dahulu, biar saya yang lebih dulu menemui pembawa acara sore ini. Setelah itu saya akan menyusul Anda.” Anya masih berjalan dengan Nam dan menemukan kantin kantor. Saat Nam sudah masuk ke kantin, Anya pamit untuk menemui pembawa acara sore ini.

“Kembali dalam 15 menit.” Perintah Nam kepada Anya. Dia tahu, Anya juga belum makan dari tadi pagi.

Anya mengangguk dan membungkukkan badannya lagi ke arah Nam. Lalu berbalik meninggalkan Nam. Nam hanya bisa menghela napas panjang saat melihat punggung gadis itu menghilang dari pandangannya.


“Melihatnya seperti itu, aku jadi ingin memeluknya.” Gumam Nam di sela-sela makan siangnya. Ia melihat jam di tangan kirinya, sudah 10 menit gadis itu meninggalkannya. Dia jadi cemas.

“Dia mengkhawatirkan.” Kata Nam menyuarakan isi pikirannya. Membuat seseorang yang dari tadi memperhatikannya berkomentar dan menghampirinya,

“Siapa yang mengkhawatirkan?” seorang gadis dengan penampilan layaknya seorang ratu di jaman korea kuno –mungkin sedang shooting untuk iklan, berjalan menghampirinya. Nam terkejut dengan siapa sekarang ia bertemu lagi setelah sekian lama.

Nam berdiri dari duduknya, memandang gadis yang ada di depannya dengan wajah tak percaya. “Eva?”

Gadis yang dipanggil Eva itu kini tersenyum manis ke arah Nam. “Long time no see, Kim.” Kata gadis itu dengan aksen amerikanya yang kental. Rambut pirangnya menandakan ia bukan lah gadis korea asli. Matanya yang besar menambah fakta yang ada.

“Why you comeback here?”
tanya Nam kemudian, masih berdiri dan meninggalkan makan siangnya begitu saja. Wajah Nam terlihat menegang, tapi tak ada yang menyadarinya.

Gadis itu hendak meraih tangan Nam, tetapi Nam menyingkirkan tangannya. Merasa ditolak mentah-mentah gadis itu tersenyum miris. “You changed, Kim.”

Nam benar-benar muak dengan ini. Gadis yang pernah bersamanya ini meninggalkannya karena tergila-gila dengan pria lain yang notabennya adalah managernya sendiri dulu. Soo Min-Hyo. “Bukan aku tapi kau.” Kata Nam dengan bahasa koreanya. Kemudian segera meninggalkan gadis yang bernama Eva.

“Kau tidak bisa memperlakukan ku seperti ini, Kim!” teriak Eva dengan berang. Semua orang memperhatikan. Nam berhenti dari upayanya pergi dari hadapan gadis itu, lalu berbalik. Pandangan mereka bertemu sekarang.

“What do you want?” Nam bertanya dengan sikapnya yang dingin kepada gadis yang sekarang sudah ada sekitar 2 meter darinya.

“Can you come back to me?” tanya Eva dengan wajah memelasnya.

“I can’t.”

“Why?”

Nam tidak menemukan alasan yang tepat untuk menolak Eva sekarang. Dia melihat bayangan gadis yang sudah ada bersamanya selama 2 bulan terakhir ini, tanpa pikir panjang lagi, ia menarik gadis itu dalam pelukannya dan memeluknya di hadapan Eva. Seketika itu Eva membesarkan matanya karena terkejut.

“I can’t! Now, you’ve knew what the reason.” Kata Nam dengan pandangan serius.

Eva membekap mulutnya sendiri, air matanya yang tumpah tak membuat Nam melepaskan Anya dari pelukannya. Eva merasa dirinya benar-benar hancur sekarang. Orang yang ingin ditemuinya telah berubah sejauh ini. Dia berlari meninggalkan kantin stasiun televisi itu. Entah dia lari kemana, Nam tidak akan peduli lagi. Sudah cukup gadis itu membuatnya sakit hati selama 5 tahun sebelum dia bertemu dengan Anya.

Eva McMillan. Seorang gadis keturunan amerika-jepang. Usianya 5 tahun lebih muda dari Nam. Tapi entah dia masih gadis atau tidak sekarang, Nam tidak akan memikirkannya lagi. Sudah cukup dia merasa terbohongi hampir 5 tahun lamanya oleh gadis itu. Pertemuannya yang sangat tak terduga membuat Nam merasa jatuh hati, tapi kemudian ia menyadari setelah 5 tahun, pertemuannya dengan gadis itu adalah salah. Gadis yang benar-benar tidak punya hati. Dulu Rain pernah memberi nasihat kepadanya, tapi tak pernah diindahkannya nasihat itu. Rain sampai kesal dibuatnya. Selama Nam pacaran dengan Eva, ternyata di belakang Nam, Eva juga berpacaran dengan Soo Min-Hyo, yang tak lain adalah manager utamanya 8 tahun yang lalu. Eva adalah asisten manager yang dipilih Soo Min-Hyo untuknya. Karena gadis itu, Nam hampir dikeluarkan dari SA. Karena gadis itu, Rain sampai memusuhinya selama 4 bulan. Karena gadis itu, semuanya jadi tak berarti. Semua karena gadis itu. Nam sudah muak.

Itu kisah lama. Kenang Nam saat memikirkannya. Tanpa disadari, Anya yang sedari tadi dalam pelukan Nam tidak bisa melepaskan diri dengan mudah. Tangan Nam begitu kekar. Anya terbelenggu di dalamnya. Tapi dia merasakan perasaan yang nyaman ada di dalam sana. Banyak pertanyaan yang muncul dalam benaknya. Siapa gadis itu? Ada hubungan apa dia dengan Nam? Kenapa Nam tiba-tiba memeluknya seperti ini? Dan sampai sekarang, pelukan ini malah tambah erat.

Nam tersentak saat sadar. Dia langsung melepaskan pelukannya dari tubuh kecil Anya. Anya sempat terhuyung saat tangan kekar Nam ditarik pemiliknya tanpa ada pemberitahuan. Nam segera menangkap tangan Anya, membantunya berdiri tegak. Anya memandang Nam penuh tanya. Wajahnya benar-benar penuh pertanyaan sekarang. Mata Nam tidak bisa tenang. Dia mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab semua pertanyaan yang tersirat itu. Matanya sibuk kesana kemari, membuat Anya semakin yakin, ada yang sedang disembunyikan.

Merasa tidak mendapat kalimat tepat, Nam membungkukkan badannya di hadapan Anya, “Maafkan aku!” katanya kemudian. Anya mengerjap-ngerjapkan matanya karena bingung.

“Eh?” hanya itu kata yang terucap dari mulut Anya.

“Maaf sudah memelukmu tiba-tiba dan mengatakan hal seperti tadi.” Jelas Nam masih dengan posisi membungkukkan badannya. Semua orang yang ada di kantin terlihat berbisik-bisik. Anya merasa malu diperhatikan seperti itu.

“Ah, tidak apa-apa, Nam-Gil oppa.. Aku mengerti kok.” Anya berusaha mengimbangi jalan pikirannya. Dia harus terlihat seolah-olah ini bukanlah masalah besar. Sebagian yang ada di kantin mulai mengacung-acungkan tangannya ke arah Nam.

“Bukankah itu Kim Nam-Gil yang populer itu?”

“Siapa gadis asing yang bertengkar dengannya tadi?”

“Siapa gadis yang dipeluknya tadi?”

Pertanyaan demi pertanyaan terlontar dari mulut orang-orang disekitarnya. Anya benar-benar merasa sangat tidak nyaman. Untung saja mayoritas orang korea tidak mempelajari bahasa inggris. Jika iya, bisa jadi hotline di media massa besok.

Anya menegakkan tubuh Nam. “Oppa, sekarang kita harus pergi.” Kata Anya tanpa mempedulikan tunjukan dari orang-orang sekitar. Anya menggandeng tangan Nam dan berjalan keluar kantin. Dalam hati, Anya sempat dongkol juga.

“Anya,” Nam menyebutkan namanya pelan, membuat Anya meleleh sesaat. Dia berbalik menghadap Nam.

“Iya?”

Nam tersenyum melihat wajah gadis itu sudah kembali ke keadaan semula. “Kumawo.”

Anya balas tersenyum, mengangguk dan berkata, “Sama-sama.” Anya melepaskan genggaman tangannya dari tangan Nam. Dan berjalan di depan Nam untuk menuju ke ruangan wawancara.

“Anya!” panggilnya lagi, untuk kesekian kalinya, Anya menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang.

“Ada apa Kim Nam-Gil ssi?”

Nam berjalan menghampiri Anya yang berdiri saja di hadapannya. Ia menyentuh kepala Anya sekilas sambil menyunggingkan senyum nya. “Jika hanya ada kita kau boleh memanggilku ‘oppa’ seperti tadi, manager.” Katanya di sela-sela jalannya. Anya mendengar dengan jelas kalimat itu. Senyum bahagia merekah dari bibirnya. Ia segera mengikuti Nam di belakangnya. Berjalan menuju ruangan wawancara sore itu.


==============


Brukk!!

Gadis dengan pakaian yang serba mencolok itu menabrak Rain di tengah larinya. Rain terhuyung ke belakang karena pikirannya sekarang sedang tidak ada pada tempatnya. Apa yang baru saja didengarnya itu? Kenapa bisa seperti itu?
Rain mendengar apa yang mereka katakan. Rain melihat apa yang mereka lakukan. Rain merasa pikirannya kosong. Apa ini? Dada ku, sakit..

Rain berjalan terhuyung dan bersandar di dinding yang berada didekatnya. “Apa tadi?” tanya Rain lebih-lebih pada dirinya sendiri. Dia hampir-hampir tak percaya. Kilatan mata serius tadi, bukan cuma gertakan. Akan ada yang lebih suatu saat nanti. “Apa yang akan terjadi?”




**************************


Hyaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!!!!!!
owarimasu~~~
kehkehkeh
buat Ana, please stay waiting for my otak. ^bhasa asal
hehehehe

mina-san, hontou ni arigato~ kumawo yo~~
sutori o yonda kara.. arigato.. makasih uda bca
sutori o matte kara, arigato.. makasih uda nunggu
watashi o matte kara, hontou hontou ni arigato.. ^kgak ada hbungan'a..


saigo ni,,
Ja ne!
\^o^/
ayu deshita!

No comments:

Post a Comment